PropertiNews.id, Tangerang – Jika Anda saat ini berencana untuk mengajukan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), maka Debt Burden Ratio (DBR) wajib untuk Anda ketahui. Istilah ini juga cukup sering didengar di dunia perbankan.
DBR adalah perbandingan antara cicilan utang per bulan dengan pendapatan bersih per bulan. Dalam beberapa kasus, rentang waktu per bulan juga bisa diganti dengan per tahun tergantung dari kebutuhan pemakaian. DBR ini umum digunakan dalam perbankan atau indsutri pinjaman untuk mengetahui tingkat beban utang perbulan nasabah. Semakin rendah rasio DBR maka beban utang dapat dikatakan semakin kecil, dan sebaliknya jika rasio DBR semakin tinggi maka dapat dikatakan beban utang semakin besar.
Rasio DBR masing-masing bank penyedia KPR itu berbeda-beda. Rasio DBR rendah berarti beban utang semakin kecil dan sebaliknya. Namun, kebanyakan bank memberi syarat rasio DBR pada kisaran angka 50%. Cara menghitungnya sangat mudah, cukup kalikan pendapatan bersih dengan rasio tersebut.
Sebagai contoh, misalnya pendapatan Anda per bulan Rp8 juta. Maka perhitungan DBR-nya adalah sebagai berikut:
DBR = Rp8 juta x 50% = Rp4 juta
Dengan demikian, maksimal cicilan kredit perbankan yang dapat dimaklumi per bulannya adalah Rp4 juta.
Bank memberlakukan DBR bukan tanpa alasan sepele, tentunya agar nasabah bisa mencicil sesuai kemampuan. Kalau melebihi batas, tentunya akan memberatkan nasabah yang membeli rumah dengan skema KPR. Padahal sisa penghasilan sebesar 50 persen akan digunakan untuk pengeluaran rutin setiap bulan. Pastinya Anda akan mengeluarkan untuk makan, minum, bayar listrik, membayar sekolah anak, ongkos pergi pulang ke kantor, hingga biaya gaya hidup.
Jika tidak ada penentuan pembatasan kredit, nasabah mungkin akan mengalami kesulitan saat mencicil, bukan tidak mungkin ada potensi kredit macet. Bank menghindari kredit macet karena akan menaikkan persentase NPL (Non Performing Loan). (ZH)