PropertiNews.id, Tangerang – Pengembang mengeluhkan adanya regulasi terkait
transaksi properti di atas Rp500 juta yang harus menyertakan laporan asal-usul
dana yang dimiliki oleh calon pembeli. Adanya regulasi tersebut membuat
industri properti cukup terdampak.
Ketentuan
tersebut dibuat dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pencucian uang, dan
sudah lama berlaku. Namun, saat pandemi COVID-19 kian memperparah kondisi pasar
properti sehingga ketentuan wajib lapor itu kembali dipertanyakan.
Pengembang
menilai ketentuan itu membuat konsumen menahan pembelilan properti apalagi di
masa pandemi seperti saat ini. tentu saja, ini sangat merugikan bagi ekonomi
yang sedang butuh dorongan untuk bangkit dari belanja konsumsi khususnya
properti.
Diduga banyaknya
masyarakat yang belum ikut tax amnesty membuat
ketentuan wajib laporan ini menjadi momok buat mereka untuk bertransaksi
properti meski aturan ini sudah berlaku sejak 10 tahun yang lalu.
“Jadi kalau
calon pembeli tidak bisa menyebutkan asal usul dananya ya, pengembang wajib
untuk membatalkan transaksi. Kami terus meminta anggota REI untuk mengikuti
aturan yang ada. Pasal 23 ayat 1 di mana selain penyampaian laporan transaksi
Rp500 juta atau mata uang asing yang nilainya setara, juga pengawasannya
terhadap transaksi keuangan mencurigakan” kata Ketua DPP Persatuan Perusahaan
Realestat Indonesia (REI) Totok Lusida.
Baca Juga: Akhir 2021, Menteri PUPR Targetkan Tol Cisumdawu Bisa Rampung Seluruhnya
Adapun atuan ini
diatur dalam Undang-Undang Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian
Uang. Dalam Pasal 17 UU tersebut, perusahaan properti/agen properti masuk dalam
kategori pihak wajib melakukan pelaporan untuk transaksi di atas Rp500 juta.
Pasal 27 menegaskan (1) Penyedia barang dan/atau jasa lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan transaksi yang
dilakukan oleh Pengguna Jasa dengan mata uang asing yang nilainya paling
sedikit atau setara dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Totok berharap
pemerintah dapat merelaksasi aturan tersebut di tengah pandemi COVID-19.
Masalahnya saat ini pembeli properti dilakukan oleh orang yang memiliki dana
dan juga yang memerlukan properti terutama rumah. (ZH)