Propertinews.id- Tangerang, Pemerintah menyerahkan Rancangan Undang-Undang
barunya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada 12 Februari 2020 lalu. Dalam draf
Undang-Undang tersebut, pemerintah berencana untuk menghapus
ketentuan-ketentuan persyaratan administratif tata bangunan hingga Izin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Menanggapi aturan baru ini, Ahmda Djuhara,
Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia menyatakan bahwa penghapusan IMB menyebabkan
ketidak pastian hukum pada bangunan.
Baca juga: Underpass Kentungan Dibuka, PUPR Berharap Akses ke Objek Wisata Kaliurang Lancar
Adapun ketentuan-ketentuan yang rencananya
dihapus tersebut tertuang dalam Pasal 8 hingga Pasal 14. Seperti dilansir dari
Kompas.com, Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengatakan bahwa konsep IMB memiliki banyak sisi
negatif daripada positif. Konsep IMB yang telah ada dinilai banyak memiliki
pelanggaran. Konsep yang akan digodok pemerintah berfokus pada pengawasan
dibandingkan penerbitan surat IMB-nya. Oleh karena itu, pemerintah berharap
aturan baru tersebut dapat memberikan kemudahan investasi dan percepatan
pembangunan.
Adapun aturan-aturan yang akan dihapus secara
lebih rinci dapat diperhatikan pada pasal-pasal yang meliputi persyaratan
administratif, tata bangunan, peruntukan dan intensitas, hingga arsitektur
sebuah bangunan. Di dalamnya terdapat revisi pada persyaratan pengendalian
dampak lingkungan, rencana tata bangunan oleh pemerintah daerah.
Seperti dalam draf Pasal 18 Rancangan Undang-undang
(RUU) Cipta Kerja, pemerintah menghapus sejumlah pasal yang berkaitan dengan
kewenangan pemerintah daerah. Pasal tersebut sebelumnya dalam Undang-undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang memberikan kewenanangan pemerintah daerah
dalam aspek pengaturan, pembinaan, dan pengawasan pelaksanaan penataan ruang
wilayah provinsi, dan kabupaten/kota.
Kewenangan lain yang dihapus juga oleh
pemerintah adalah kewenangan pemerintah daerah untuk melaksanakan kerjasama
penataan ruang antarwilayah. Selanjutnya, kewenangan-kewenangan tersebut
diambil oleh pemerintah pusat melalui Presiden dan kabinetnya.
Namun pemerintah meyakinkan bahwa draf
tersebut belum final, sehingga masih terbuka terhadap uji materi dan
perbaikan-perbaikan untuk kemaslahatan bersama. (ADR)