PropertiNews.id, Tangerang – Permintaan
properti rumah tapak dinilai masih diminati kalangan masyarakat daripada
permintaan properti huian vertikal atau apartemen di wilayah Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi. Hal ini terpengaruh oleh perbandingan harga beli
yang bersaing antara kedua properti itu.
CEO Indonesia Property Watch, Ali
Tranghanda mengatakan bahwa tinggal di apartemen belum menjadi pilihan utama
bagi para masyarakat. Harga apartemen rata-rata di wilayah kota
penyangga terbilang masih tinggi jika dibandingkan dengan harga rumah tapak
di wilayah tersebut yang notabene masih memiliki tanah yang cukup.
“Konsumen akan (memilih) apartemen apabila
harganua diperkirakan seperti harga beli rumah. Semakin mahalnya apartemen yang
ditawarkan pengembang di kota penyangga, maka tujuan untuk mengurangi backlog
(kekurangan pasok) semakin menjauh” kata Ali.
Berdasarkan catatan IPW, kebutuhan jenis
properti yang terintegrasi dengan pusat transportasi umum atau transit oriented
development (TOD) menjadi salah satu aternatif bagi masyarakat perkotaan.
Baca Juga : Kereta Bandara Adi Soemarmo ke
Stasiun Solo Balapan Beroperasi Oktober 2019
Ali juga menambahkan, Harga apartemen yang
ditawarkan oleh para pengembang di kota penyangga, berrkisar Rp.500 jutaan
hanya untuk tipe studio terkecil. Padahal, harga jual rumah tapak rata-rata
masih Rp.300 jutaan di wilayah tersebut.
Hal ini berbeda dengan dua atau tiga tahun
yang lalu, saat harga apartemen di TOD masih ditawarkan dengan harga Rp.250
jutaan – Rp.300 jutaan dan pasar merespon dengan cukup baik. Pasar pembeli
end-user tidak mampu lagi untuk menjangkau harga tersebut, dan tergantikan
dengan pasar investor yang membeli apartemen tersebut untuk kemudian disewakan
lagi kepada penyewa. (ZH)