PropertiNews.id,
Tangerang – Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mendesak
Presiden Jokowi dan DPR untuk menunda pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Pertanahan
yang saat ini sedang dalam tahap penyelesaian. RUU Pertanahan dianggap beresiko
memperparah ketimpangan serta semakin menimbulkan konflik. Ada 43 organisasi
masyarakat yang mendesak hal tersebut, lantaran dinilai akan merugikan banyak
pihak.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan
Agraria Dewi Kartika menyampaikan bahwa setidaknya ada delapan persoalan mendasar
yang menimbulkan kontroversi dari RUU Pertanahan ini. Salah satu nya adalah RUU
Pertanahan dinilai bertentangan dengan Undang Undang (UU) Pokok Agraria No. 5
Tahun 1960.
Dewi Kartika menjelaskan, Indonesia saat
ini mengalami lima pokok krisis agraria, yakni ketimpangan tajam struktur
agraria, maraknya konflik agraria struktural, kerusakan ekologis yang meluas,
laju cepat alih fungsi pertanian ke nonpertanian, dan kemiskinan akibat
struktur agraria yang menindas.
"Merujuk pada naskah rancangan
terakhir, kami memandang bahwa draf aturan itu gagal menjawab lima krisis itu, RUU
tersebut juga kontradiktif dengan semangat reforma agraria" kata Dewi pada
konfrensi pers di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan (14/8/2019)
Hal lain yang juga menyebabkan organisasi
masyarakat sipil mendesak pemerintah untuk menunda pengesahan RUU Pertanahan
adalah mengenai masalah Hak Guna Usaha (HKU) yang diproritaskan bagi pemilik modal
skala besar.
Baca Juga : Anak Donald Trump Bersama Hary Tanoe Garap Proyek Properti Mewah
Selain itu, pengadaan bank tanah yang juga
diatur dalam RUU tersebut dianggap berbahaya dan berpotensi menimbulkan liberalisasi
pasar tanah. Keinginan RUU Pertanahan yang bermaksud membentuk bank tanah,
kelihatannya hanya akan menjawab keluhan investor soal hambatan pengadaan dan
pembebasan tanah untuk pembangunan infrastruktur.
“Jika dibentuk, bank tanah beresiko
memperparah ketimpangan, konflik, dan melancarkan proses-proses perampasan
tanah atas nama pengadaan tanah dan meneruskan praktek spekulan tanah” lanjut Dewi
Menanggapi hal tersebut, Sofyan Djalil selaku
Mentri Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)
mengatakan RUU Pertanahan nantinya juga akan mengatur soal 'single land
administration system'. Menurutnya, sistem itu bakal mengatur data tanah agar
tak ada perbedaan antar-kementerian terkait.
"Misalnya nanti bahwa kalau tanah
terlantar akan digunakan 'bank tanah' untuk tujuan reforma agraria, sehingga
dengan demikian target presiden mencapai reforma agraria akan jauh lebih
mudah," kata Sofyan
Sebelumnya diberitakan Presiden Jokowi meminta
agar RUU Pertanahan bisa rampung sebelum masa pemerintahan periode pertama
berakhir. (ZH)