PropertiNews.id,
Tangerang – Wacana pemindahan ibu kota menuai kontroversi. Hal ini
disebabkan besarnya dana yang dibutuhkan untuk memindahkan ibu kota dari
Jakarta ke tempat lain.
Ibu kota Republik Indonesia yang baru nantinya direncanakan
berada di Pulau Kalimantan dan membutuhkan dana sebesar Rp 466 triliun. Untuk
mendanai hal ini, pemerintah berencana untuk memaksimalkan berbagai skema
pendanaan yang melibatkan BUMN dan swasta.
Meski disambut baik, namun rencana pemindahan ibu kota ini
menuai berbagai macam kritik.
Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) yang
merupakan salah satu pihak swasta yang diharapkan terlibat dalam pemindahan ibu
kota memiliki dua syarat meski siap mendukung secara penuh.
Dua hal ini merupakan apa yang disebut Direktur Eksekutif
REI, Dhani Muttaqin sebagai syarat yang harus dipenuhi pemerintah agar pihak
swasta tertarik untuk melakukan investasi di ibu kota baru.
Baca Juga: Pemerintah Mengkaji Rencana Pembangunan Jalan Tol di Ibu Kota Baru
“Pertama, pengembang swasta butuh adanya kejelasan bisnis
proses pemindahan IKN dari mulai regulasi, aspek legal, aspek budaya,” ucap
Dhani.
Dhani menambahkan bahwa pemerintah dan DPR perlu
mendiskusikan pembuatan Undang-Undang. Hal ini diperlukan agar pemindahan ibu
kota dapat bersifat tetap.
“Harus ada kesinambungan terkait pengembangan kawasan IKN.
Jangan sampai nanti setelah lima tahun IKN pindah lagi, padahal swasta sudah
masuk di situ,” lanjut Dhani.
Syarat kedua adalah diperlukan adanya kepastian hukum yang menjamin
legalitas seluruh kegiatan pengembangan ibu kota baru nantinya. Kepastian hukum
ini meliputi desain, infrastruktur, konsensi lahan, mitra swasta yang terlibat,
jangka waktu pengembangan, dan tata ruang.
Baca Juga: Pemerintah Ungkap Rencana Bangun Danau Toba Sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
Terlebih, isu yang berkembang bahwa ibu kota baru akan
berada di Kalimantan menimbulkan kebutuhan akan kepastian hukum dalam
pembangunannya karena banyaknya kawasan hutan lindung. (RT)