PropertiNews.id, Tangerang – Pemerintah
telah merilis aturan baru soal sistem perjanjian jual beli properti. Beleid
tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Nomor 11/PRT/M/2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli (PPJB)
Rumah.
Sistem PPJB yang dimaksud berlaku untuk
rumah pribadi, rumah deret, dan rumah susun (rusun). Sementara, pelaku
pembangunan dalam sistem PPJB atau pengembang terdiri dari perseorangan dan
badan hukum.
Sebelum melakukan pemasaran, pengembang
harus memiliki kepastian peruntukan ruang, kepastian hak atas tanah, kepastian
status penguasaan rumah, perizinan pembangunan perumahan atau rumah susun, dan
jaminan atas pembangunan perumahan atau rumah susun dari lembaga
penjaminan.
Kemudian, beberapa informasi harus
disampaikan kepada masyarakat ketika melakukan pemasaran, seperti nomor surat
keterangan rencana kabupaten/kota, nomor sertifikat hak atas tanah,
surat dukungan dari bank/bukan bank, dan nomor dan tanggal pengesahan untuk
pelaku pembangunan berbadan hukum.
Pengamat properti dari Indonesia
Property Watch (IPW) Ali Tranghanda berpendapat secara keseluruhan aturan
ini memberikan kepastian kepada konsumen ketika membeli properti di
dalam negeri. Dengan demikian, secara tak langsung bisa mendorong pembelian
rumah.
"Tapi secara umum ini akan bagus
untuk menjamin kepastian konsumen karena proyek baru bisa dibangun setelah
izin-izin termasuk IMB telah selesai. Yang agak masalah untuk bangunan tinggi
seperti apartemen karena penerbitan IMB membutuhkan waktu yang lama," kata
Ali
Namun, beberapa poin dalam beleid ini
dipandang memberatkan dunia usaha. Ali mencontohkan, pembangunan dan pemasaran
baru bisa dilakukan setelah IMB terbit. Selain itu, poin yang menyebut bahwa
pengembang wajib mengembalikan seluruh pembayaran konsumen jika terjadi
pembatalan pembelian juga merugikan perusahaan properti.
Baca Juga : Sektor Properti Lesu,
Berdampak Pada Penurunan Penjualan Semen
Sementara Ketua Umum Persatuan
Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan bahwa
aturan tersebut cenderung menitikberatkan keringanan pada konsumen saja. Oleh
karena itu, pengembang minta agar aturan PPJB lebih berkeadilan.
“Kami sudah menyusun sejumlah input
masukan terkait dengan keberatan ini. Tentu saja kami tidak ingin melanggar UU
yang ada, tapi kami ingin bahwa permen itu lebih berkeadilan buat kami” kata
Eman.
Terdapat beberapa syarat baru terkait
dengan perizinan yang diminta. Hal ini diharapkan bisa disinkronkan. Pasalnya,
nomenklatur tiap daerah berbeda-beda, artinya peraturannya harusnya lebih umum.
(ZH)