PropertiNews.id, Tangerang – Para pengembang atau pelaku usaha properti meminta
kepastian pemerintah terkait restrukturisasi kredit perbankan untuk sektor
properti. Restrukturisasi ini di butuhkan oleh pengembang, apalagi di tengah
pandemi saat ini, untuk mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada
karyawannya.
Ketua Umum DPP
Realestat Indonesia (REI) Totok Lusida mengatakan, sektor properti di tengah
pandemi ini sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak salah satunya
perbankan, karena memiliki keterkaitan secara langsung. Apalagi kondisi saat
ini yang membuat para pengembang tertekan.
“Kami berusaha
keras untuk tidak melakukan PHK, namun kalau tidak didukung oleh perbankan,
berat bagi industri properti untuk bertahan. Kami meminta restrukturisasi
kredit berupa penundaan pembayaran pokok dan bunga. Agar cashflow (arus kas) tersebut
bisa digunakan untuk membayar karyawan” kata Totok.
Menurut data
dari Bank Indonesia (BI) per Maret 2020, total kredit yang disalurkan oleh
perbankan kepada 17 sektor industri sebesar Rp5.703 triliun. Di mana, 17,9
persennya disalurkan kepada sektor real estat sebesar Rp1.024 triliun yang
terdiri dari kredit konstruksi sebesar Rp351 triliun, kredit real estat sebesar
Rp166 triliun, dan KPR KPA sebesar Rp507 triliun.
Baca Juga : Jasa Marga Siapkan Tol Jakarta-Cikampek II Selatan untuk Bantu Lalu Lintas Lebaran
Dari Rp1.024
triliun yang disalurkan ke sektor properti, Rp62 triliun di antaranya adalah
kredit modal kerja jangka pendek. Berdasarkan strukturnya, Rp51,1 triliun
penyalurannya ditujukan untuk modal kerja perusahaan properti terbuka.
REI juga
menyampaikan, stimulus properti sangat penting untuk didapatkan oleh pelaku
usaha, karena kredit di bidang properti mencapai 17,9 persen dari seluruh total
kredit di Indonesia. Terdapat kurang lebih Rp1.000 triliun dari Rp5.000 triliun
atau hampir 20 persen.
Tercatat, hingga
saat ini sudah hampir 270.000 pengajuan restrukturisasi KPR bersubsidi bagi
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau senilai Rp31 triliun. Pengajuan
tersebut belum termasih KPR rumah menengah ke atas. Jika pemerintah masih
lambat dalam mengambil keputusan, pengembang terpaksa akan melakukan tindakan PHK.
(ZH)