PropertiNews.id, Tangerang – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) ikut mendorong kemajuan sektor pariwisata nasional. Dalam hal ini,
Kementerian PUPR akan membedah 500 unit rumah tak layak huni (RTLH) di Kawasan
Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di Nusa Tenggara Barat, menjadi homestay. Pelaksanaan itu masuk dalam
Program Sarana Hunian Pariwisata (Sarhunta), yang juga bertujuan untuk
memajukan perekonomian masyarakat pasca pandemi COVID-19.
“Pada tahun ini
KSPN Lombok untuk Program Sarhunta mendapatkan alokasi sebanyak 500 unit. Kami
harap dengan Program Sarhunta ini sektor pariwisata di NTB dapat lebih
bergairah lagi khususnya di era new
normal ini” kata Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Wilayah Nusa
Tenggara I Provinsi NTB, Rini Dyah Mawarty.
Untuk Provinsi
NTB, Program Sarhunta ini akan dilaksanakan di dua lokasi yakni KSPN Mandalika
di Kabupaten Lombok Tengah dengan rincian peningkatan kualitas hunian sebanyak
63 unit dan pembangunan baru sebanyak 59 unit. Selain itu, 208 rumah yang
berada di jalur utama munuju kawasan pariwisata (koridor) juga akan mendapatkan
bantuan bedah rumah.
Lokasi
selanjutnya adalah di Kawasan Tiga Gili di Kabupaten Lombok Utara. Dengan
rincian peningkatan kualitas sebanyak 18 unit, dan pembangunan baru sebanyak 54
unit, sementara untuk 98 unit masih dalam tahap verifikasi lapangan.
Untuk menyukseskan
pelaksanaan Program Sarhunta ini, Kementerian PUPR bekerja sama dengan
Pemerintah setempat saat ini tengah melaksanakan sosialisasi program tersebut
ke masyarakat.
Pemerintah akan
memberikan stimulan agar rumah masyarakat nantinya selain dapat berfungsi
sebagai hunian yang layak, juga bisa dimanfaatkan sebagai homestay atau tempat usaha untuk menunjang pariwisata sehingga
lebih menarik wisatawan untuk berkunjung ke daerah tersebut.
Baca Juga : 2.750 RTLH di Kawasan Pariwisata akan Disulap Menjadi Homestay
Adapun kriteria
rumah masyarakat yang akan mendapatkan bantuan adalah Warga Negara Indonesia
(WNI) yang sudah berkeluarga, memiliki rumah tidak layak huni atau tanah dengan
bukti kepemilikan, berpenghasilan paling tinggi senilai 1,5 kali dari Upah
Minimum Provinsi (UMP) dan masyarakat mampu berswadaya serta gotong royong. (ZH)