PropertiNews.id, Tangerang – Program
sejuta rumah yang sudah berjalan di periode pertama
Presiden Joko Widodo diketahui masih memiliki kekurangan. Salah satu
yang menjadi sorotan adalah lokasiya yang jauh dari tempat kerja alias kurang
strategis.
“Bayangkan, dia (masyarakat) kerja di
Jakarta, rumahnya di Karawang. Kan habis waktu sudah. Kita bisa dikatakan gagal
dalam perencanaannya” kata Wakil Ketua Komite Tetap Kamar Dagang dan Industri
(Kadin) Indonesia, Adri Istambul.
Adri juga menambahkan, kondisi ini jelas
menjadi masalah tersendiri dalam hal penyediaan rumah. Dari sisi penyediaan, rumah
murah yang terlanjur terbangun jadi kurang diminati. Sementara, bagi
masyarakat yang sudah terlanjut membeli jadi menghadapi masalah baru yakni
bengkaknya biaya transportas.
Sementara itu, permasalahan jauhnya lokasi
rumah yang dibangun dalam program sejuta rumah ternyata juga telah disadari
oleh pengembang. Namun mereka bukannya tinggal diam. Ada sejumlah alasan
mengapa program sejuta rumah ini umumnya berlokasi jauh dari pusat ekonomi dan
tempat kerja.
Ketua Umum Real Estat Indonesia
(REI) Soelaeman Soemawinata mengungkapkan, hal paling mendasat yang membuat
program sejuta rumah jauh dari tempat kerja adalah adanya aturan yang menyebut
bahwa harga tanah untuk rumah bersubsidi harus di baawah harga yang ditetapkan
pemerintah.
Baca Juga : REI Usulkan Kuota Subsidi FLPP
Ditambah
“Susah mencari tanah yang sesyau dengan
harga tanah yang ditetapkan pemerintah. Misalkan harga tanah di daerah tertentu
itu sekian, 150, nanti kita hitung balik, kita harus beli tanah maksimal
150.000/meter persegi” kata Seoelaeman.
Demi harga tanah yang murah sesuai dengan
ketetapan pemerintah, tak jarang pengembang jadi harus berburu lahan
hingga ke pelosok. Selain lokasinya yang jauh, infrastruktur yang tersedia di
dekat rumah dalam program sejuta rumah juga umumnya kurang lengkap.
Masalah-masalah seperti ini lah yang harus mendapat perhatian bersama agar
program sejuta rumah yang di gagas Presiden Joko Widodo bisa lebih tepat
sasaran. (ZH)