PropertiNews.id, Tangerang – Sesuai aturan demi terciptanya tata ruang yang nyaman dan berkelanjutan bagi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang terus melaksanakan penertiban tata ruang.

Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Andi Renald mengatakan, pihaknya menerapkan prinsip restorative justice dalam menertibkan tata ruang, yang mana prinsip yang dijalankan adalah lebih mengedepankan sanksi administratif yang menitikberatkan pada pemulihan fungsi ruang dan denda berdasarkan aturan yan berlaku. Penerapan ini dipilih karena memenuhi rasa keadilan, proporsional serta hasilnya bermanfaat untuk kepentingan umum. Pihaknya juga telah melakukan Program Penertiban Pemanfaatan Ruang Sistematis Lengkap (P3RSL).

“Implementasi program ini runtut mulai dari audit, pengamatan penelitian, fasilitasi penertiban dan penyidikan jika memang terdapat bukti yang cukup terkait pelanggaran pemanfaatan tanah dan ruang”, kata Anda.

Konsep restorative justice dengan pemulihan fungsi ruang ini memiliki alur proses penyelesaian masalah yakni dimulai dari audit. Jika ditemukan pelanggaran maka aka nada mediasi antara pihak terkait, dalam hal ini pelaku dan korban. Kesepakatan yang dibuat tentu berpedoman pada paying hukum yang berlaku, serta adanya pengawasan. Semua proses juga dilakukan secara transparan dan terbuka, dan tidak boleh ada hal-hal transaksional terkait hukuman.

Prinsip restorative justice ini juga telah diterapkan pada kasus Grand Kota Bintang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pengembang persempit Sungai Cakung sehingga air kerap meluap ketika hujan. Menurut Andi, saat ini sedang dilakukan proses pengkajian desain untuk optimalisasi fungsi sungai agar kembali seperti sedia kala. (ZH)