PropertiNews.id, Tangerang – Pemindahan
ibu kota Republik Indonesia bukan
sekedar wacana. Pemindahan ibu kota ke Kalimantan ini turut mendapat
perhatian dari sejumlah kalangan. Bukit Sudharmono di Kalimantan Timur sudah
ditunjuk sebagai titik nol pembangunan ibu kota baru. Arealnya masih berupa
hutan tanaman industri (HTI) menjadi tantangan untuk membangun sistem
transportasi di daerah tersebut.
Pakar
transportasi Djoko Setijowarno menyarankan kepada pemerintah pilihan
bijak yang harus diambil adalah memanfaatkan akses perairan Teluk Balikpapan
untuk logistik, mobilitas, dan wisata, atau untuk menyiapkan pembangunan
infrastruktur ibu kota baru.
Jika
memanfaatkan jalur perairan kombinasi dengan jalan raya memerlukan sekitar 1
jam, sudah bisa tiba di IKN baru. Sedangkan dengan jalan dua lajur (jalan
provinsi) sekitar 2,5 jam sampai 3 jam melewati KM 38 Semboja.
Sayangnya,
kondisi jalan sebagian rusak dan dalam tahap perbaikan. Kendaraan roda jamak
lalu-lalang mengangkut kendaraan alat berat. Sepanjang jalan ada beberapa desa
yang dihuni para transmigran yang berasal dari Pulau Jawa dengan kondisi
perekonomiannya sudah cukup sejahtera.
Nantinya, akses
ibu kota baru dengan Balikpapan juga harus terhubung dengan jaringan jalan tol
dan jalan rel kurang lebih sepanjang 60 kilometer, selain sudah ada jalan raya.
Waktu perjalanan diupayakan maksimum 30 menit dari bandara dengan express line atau express ways, dan express
train.
Menata transportasi
tidak bisa hanya pada kota inti, tetapi wilayah pendukungnya juga turut ditata.
Aksebilitas dari wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara, Kutai Barat, Kutai
Kartanegara, Kota Samarinda, dan Kota Balikpapan harus terhubung.
Konsep urban transpoortation yang ditawarkan
Balitbang Perhubungan adalah compact city
yang bisa memangkas lama perjalanan, pilihannya adalah transportasi umum,
MRT dengan circular line kombinasi underground, terjangkau untuk semua
kelompok masyarakat.
Baca Juga : Papua akan Menjadi Tempat Bandar Antariksa Pertama Indonesia
Pengamat
transportasi juga menyampaikan, sarana transportasi diharapkan bisa lebih baik
dari kondisi Jakarta saat ini. Ia mengatakan belajar dari pengalaman Jakarta,
peran dan fungsi kota penyangga harus dilibatkan agar terciptanya moda
transportasi yang berintegrasi. (ZH)