PropertiNews.id, Tangerang - Peraturan terbaru tentang klausul perjanjian jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 10 Tahun 2017 dapat menghambat pembiayaan proyek.
Pengembang mengeluhkan dua poin dalam peraturan tersebut, yaitu risiko kondisi kahar yang disebabkan kebijakan pemerintah ditanggung oleh pihak pengembang serta penggunaan rupiah untuk tarif pembelian listrik per Kilowatt-Hour (KWh).
Menurut Paul Butar Butar, selaku Chairman of Legal, Policy Advocacy, and Regulation Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), peraturan tersebut membuat para lembaga tidak percaya dengan kemampuan para pengembang dalam hal pengembalian modal pinjaman. Beliau menambahkan, sesuai pasal 8 beleid risiko kahar yang ditanggung pengembang sangat memberatkan. Apalagi hal tersebut bukanlah kesalahan ataupun tanggung jawab pengembang.
Adapun sangsi membiayai proyek ketenagalistrikan karena tarif pembelian listrik yang menggunakan denominasi Rupiah per Kilowatt-Hour (KWh). Menurut Riza Husni yang merupakan Ketua Umum Asosiasi Pengembang PLTA mengatakan, penjualan listrik dari pengembang ke PT PLN sebaiknya menggunakan Dollar AS yang kemudian di konversi ke Rupiah. Faktanya, bunga pinjaman yang mengguanakn Dollar AS jauh lebih kecil dibandingkan dengan bunga Rupiah.
Menanggapi hal tersebut, Paul berharap pemerintah dapat mengkaji ulang dan mengganti klausul ini karena tidak sesuai dengan sistem instansi pemerintah lainnya. Wakil Menteri ESDM, Arcanda Tahar menambahkan, sebaiknya pengembang listrik swasta mencari lembaga pembiayaan lain jika lembaga pembiayaan domestik tidak mau membiayai EBT